Diceritakan oleh Abdullah bin Abbas bahwa dia pernah tidur di dekat
Rasulullah. Tiba-tiba, Rasulullah bangun lalu bersiwak (sikat gigi) dan
berwudhu. Selanjutnya, beliau membaca surah Ali Imran ayat 190-200.
Setelah selesai, Rasul shalat dua rakaat. Baik berdiri, ruku, dan sujud
semuanya dilakukan dalam waktu yang panjang.
Selesai shalat dua
rakaat, Rasul tidur lagi. Hal itu dilakukannya sampai tiga kali,
sehingga ada enam rakaat. Semuanya dilakukan dengan bersiwak, berwudhu,
dan membaca ayat yang sama. Setelah itu, Rasul menunaikan shalat witir
tiga rakaat. Seusai azan dikumandang muazin, keluarlah Rasulullah untuk
shalat Subuh.
Beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah di dalam
hatiku cahaya dan di dalam lisanku (juga) cahaya. Jadikanlah di dalam
pendengaranku cahaya dan di dalam penglihatanku (juga) cahaya.
Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku (juga) cahaya.
Jadikanlan dari atasku cahaya dan dari bawahku (juga) cahaya. Ya Allah,
berilah aku cahaya.” (HR Muslim).
Shalat dan doa yang dilakukan
Rasulullah membimbing kita menjadi manusia yang bercahaya. Dalam doa
tersebut jelas sekali bahwa yang pertama disebut adalah hati. Hati yang
bercahaya yang letaknya berada di bagian pusat tubuh manusia adalah hati
yang bersinar dan memberi efek terang pada seluruh tubuh.
Dalam
doanya, Rasulullah juga menyebutkan lisan, pendengaran, penglihatan,
belakang, depan, atas, dan bawah agar semuanya bercahaya. Intinya,
menjadi manusia yang benar-benar bercahaya. Manusia yang hatinya
bercahaya akan merasakan luas dan lapang di dalam dadanya.
Rasulullah
bersabda, “Ketika cahaya telah masuk di dalam hati maka (hati itu) akan
menjadi luas dan lapang.” Para sahabat bertanya, “Apa tandanya, ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Al-inabah ila dar al-khulud, wa
at-tajafa‘an dar al-ghurur, wa al-isti’dad lil maut qabla nuzulih.” (HR
At-Tirmidzi). Yakni, kembali ke negeri keabadian (akhirat), menjauh
dari negeri ketertipuan (dunia), dan bersiap-siap menjemput kematian
sebelum datang kematian itu.
Menjadi manusia bercahaya memang
tidak mudah. Selain harus membersihkan hati dari segala kotorannya,
setiap pancaindra juga harus digunakan dengan cara yang baik. Yaitu,
dengan menghiasi tubuh dengan segala bentuk tutur kata dan perilaku yang
baik.
Dengan makna lain, jika cahaya identik dengan segala
kebaikan, manusia yang bercahaya adalah manusia yang baik lahir dan
batinnya. Keduanya memancarkan cahaya kebaikan yang memberikan petunjuk
bagi manusia lainnya keluar dari segala kesesatan. Dia bisa menjadi
panutan bagi manusia lain yang ingin keluar dari kegelapan dan
kesesatan.
Kebalikan dari cahaya adalah gelap atau kegelapan yang
identik dengan kejelekan, kejahatan, dan kesesatan. Manusia yang tidak
memiliki atau kehilangan cahaya akan hidup dalam kegelapan karena jauh
dari kebaikan dan kebenaran. Jauh dari iman, jauh dari sifat dan
perilaku yang baik. Ia tidak mampu memberikan petunjuk dan tentu dia
tidak dapat dijadikan panutan atau pemimpin.
Untuk menjadi negeri
yang unggul, Republik ini membutuhkan manusia-manusia bercahaya. Mereka
berhati jujur dan memiliki moralitas yang mulia.
Wallahu a’lam.
(Oleh : Kodirun)
Title : Menjadi Manusia Bercahaya
Description : Diceritakan oleh Abdullah bin Abbas bahwa dia pernah tidur di dekat Rasulullah. Tiba-tiba, Rasulullah bangun lalu bersiwak (sikat gig...