"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah." (QS Al-Alaq [96]: 1-3).
Hanya Islam, satu-satunya agama di dunia ini, yang perintah pertamanya adalah membaca. Dalam bahasa Arab, kata iqra mengandung arti: menghimpun (informasi, data, pengetahuan, wawasan), meneliti, memahami, menganalisis, membaca, dan memaknai.
Karena itu, perintah tersebut tidak harus dimaknai hanya sekadar membaca (melafalkan simbol-simbol bunyi dalam bentuk tulisan), melainkan harus dipahami dalam makna generiknya yang luas tersebut.
Dengan demikian, perintah iqra’ berarti juga perintah meneliti, mengembangkan sains dan teknologi, serta mengkaji dan memahami persoalan secara akademik-ilmiah.
Membaca adalah sendi tegaknya kehidupan dan peradaban manusia. Membaca tidak hanya bermanfaat bagi siapapun yang haus informasi, tetapi kini juga dapat difungsikan sebagai terapi (pengobatan). Iqra’ bukan hanya menjadi terapi kebodohan, tetapi juga terapi berbagai penyakit, terutama psikosomatik.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Mesir, kini sedang dikembangkan terapi dengan membaca (al-'ilaj bil qira'ah) atau biblioterapi. Di Florida Amerika Serikat, pernah dilakukan ujicoba penggunaan bacaan Al-Qur'an terhadap lima sukarelawan nonmuslim dalam proses terapi penyakit mereka.
Riset eksperimen itu membuktikan bahwa 97 persen bacaan Al Quran dapat menormalkan fungsi-fungsi syaraf dan menurunkan ketegangan jiwa, membuat suasana hati menjadi lebih rileks, meskipun mereka tidak memahami bahasa Arab (isi Al Quran), apalagi jika mereka memahami kandungan dan pesannya.
Biblioterapi sebenarnya sudah dimulai pada abad ketiga belas di rumah sakit al-Manshur di Kairo. Selain diberi obat yang sesuai dengan jenis penyakitnya, para pasien saat itu juga diberi terapi berupa bacaan ayat-ayat Al Quran. Hasilnya sangat positif; selain memberi sugesti positif, mereka merasakan kedamaian hati, sehingga memperoleh kesembuhan yang lebih cepat.
Biblioterapi di beberapa rumah sakit di Eropa juga dikembangkan dalam bentuk musik. Pasien dibuat rileks dengan mendengar musik-musik religius, sehingga beban psikologis berupa rasa sakit berkurang.
Dalam karyanya, al-'Ilaj bi al-Qira'ah (terapi dengan membaca), Dr. Sya'ban Khalifah menyatakan rumah-rumah sakit Islam sudah saatnya mengembangkan biblioterapi sebagai bagian dari proses penyembuhan berbagai penyakit, terutama penyakit jiwa.
Selain diberi bacaan religius yang perlu dibaca sebelum maupun sesudah proses pengobatan, kepada para pasien perlu diperdengarkan secara periodik alunan ayat-ayat Al Quran.
Dokter dalam hal berperan penting untuk membuat pasien merasa yakin (iman) bahwa ayat-ayat yang didengar atau dibaca sendiri secara langsung dapat membantu proses terapi.
Biblioterapi, menurut Sya'ban Khalifah, memang sesuai dengan firman Allah: "Dan Kami turunkan Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..." (QS Al-Isra' [17]: 82).
Dalam konteks ini, Umar bin al-Khaththab pernah menyatakan: "Siapa yang tidak berterapi dengan Al Quran, maka Allah tidak akan memberi kesembuhan. Dan siapa yang tidak merasa cukup dengan Al Quran, maka Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya."
Jadi, selama dikaitkan dengan nama Allah (bismi rabbik), membaca itu ternyata tidak hanya baik untuk(mencerdaskan umat, tetapi juga menyembuhkan aneka penyakit, termasuk penyakit korupsi. Calon koruptor boleh jadi mengurungkan niatnya untuk korupsi, jika di tempat kerjanya dibacakan ayat-ayat suci yang menjelaskan hukuman potong tangan bagi pencuri dan ayat-ayat lainnya yang membuat spiritualitas dan moralitas mereka mampu meredam syahwat korupsi.
Wallahua'lam .
(Oleh : Muhbib Abdul Wahab)