Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan
menghormati orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, yaitu para
ilmuwan dan ulama. Allah meninggikan orang-orang yang yang beriman dan
berilmu beberapa derajat. (QS al-Mujadilah [58 ]: 11).
Ilmu menjadi dasar keutamaan manusia dan menjadi penentu
kemuliaannya. Penunjukan Nabi Adam AS sebagai khalifah tak lain adalah
karena ilmu (potensi intelektualitas)-nya, sehingga ia mampu mengalahkan
pesaing (kompetitor) terberatnya, yaitu para malaikat (QS al-Baqarah
[2]: 30).
Dalam Islam, ilmu tidak hanya untuk ilmu, tetapi untuk kebaikan dan
ibadah. Ilmu harus melahirkan amal atau tindakan nyata. “Knowing is not
enough.” Kita harus berbuat dan bekarja sesuai ilmu yang dimiliki.
Dikisahkan, pada suatu hari Abu Darda’, sahabat Nabi yang dikenal
alim ini, berdiskusi dengan sahabat-sahabat Nabi yang lain. Diskusi
sampai kepada soal-soal keakhiratan (eskatologi). Tiba-tiba, Abu Darda’
menangis, air matanya meleleh. Peserta diskusi pun terheran dan bertanya
kepadanya mengapa ia menangis? Abu Darda’ menjawab, “Aku takut kelak di
akhirat ditanya, ‘Apakah kamu punya ilmu dan apakah kamu melakukan apa
yang kamu ketahui’?” (Rijal haula al-Rasul, hlm 362).
Diskusi dan dialog di majelis ilmunya Abu Darda’ ini menarik disimak.
Pertama, Abu Darda’, sang pengasuh majelis adalah salah seorang sahabat
yang tidak hanya alim, tetapi juga takwa dalam arti memiliki rasa takut
bercampur kagum (khasy-yah) yang tinggi kepada Allah. Yang demikian
memang salah satu ciri dari seorang ulama. (QS Fathir [35]: 28).
Kedua, objek (materi) diskusi tak melulu soal-soal dunia yang dari
hari ke hari tak ada habis-habisnya. Diskusi soal keakhiratan penting
untuk mempertinggi keimanan dan memperkuat daya ingat pada kematian.
“Orang yang benar-benar pandai adalah orang yang mampu mengendalikan
diri dan bekerja (memperbanyak bekal) untuk kebahagiaan hidup setelah
mati.” (HR Ibnu Majah dan Thurmidzi dari Syadad bin Aus).
Ketiga, ilmu merupakan salah satu aspek yang membentuk kualitas
keberagamaan (takwa) di samping aspek iman dan amal shaleh. Disadari,
ajaran Islam, menurut ulama besar dunia, Syekh Yusuf al-Qaradhawi,
berwatak “Mutakamil” (saling menyempurnakan). Ilmu, misalnya, memperkuat
iman, tetapi tanpa iman, ilmu kurang berguna. Begitu juga, amal
membutuhkan ilmu, tetapi ilmu tanpa amal seperti pohon tak berbuah alias
kesia-siaan.
Dilihat dari perspektif Abu Darda’, ungkapan, “ilmu adalah kekuatan”
(knowledge is power) tidaklah berdiri sendiri, tetapi terikat oleh
kekuatan yang lain, yaitu iman di satu sisi dan amal shaleh di sisi yang
lain.
Di sini, ilmu benar-benar menjadi kekuatan apabila ia diamalkan dan
dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh kemulian di akhirat. Soalnya,
seperti diketahui, betapa banyak orang yang mengetahui, tetapi betapa
sedikit orang yang melakukan apa yang mereka ketahui itu. Inilah yang
membuat sahabat Abu darda’ menangis.
Wallahu a`lam.
(Oleh: Dr A Ilyas Ismail)
Title : Kunci Agar Ilmu Menjadi Kekuatan
Description : Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan menghormati orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, yaitu para ilm...