Suatu ketika sahabat Bilal bin Rabah RA terlibat pertikaian dengan
Abu Dzar RA. Abu Dzar melontarkan perkataan yang sangat menyakitkan hati
Bilal. “Wahai anak wanita hitam.” Bilal lalu mengadukan kejadian
tersebut kepada Rasulullah SAW. Dan, Rasulullah pun memanggil Abu Dzar
guna mengklarifikasi kejadian tersebut. Lalu, Rasul menasihatinya dan
Abu Dzar merasa dia telah berbuat salah dan zalim kepada sahabat
seperjuangannya.
Saat itu juga, Abu Dzar mencari keberadaan Bilal. Sesampainya di
hadapan Bilal, Abu Dzar meletakkan pipinya di atas padang pasir di bawah
teriknya matahari sambil berkata, “Wahai sahabatku, aku rela engkau
menginjak pipiku ini demi memperoleh maaf darimu atas perbuatan zalim
yang telah aku perbuat.” Namun, ketika itu Bilal merogoh tangan Abu
Dzar. “Aku telah memaafkanmu wahai sahabatku.”
Sungguh indah akhlak yang diperlihatkan kedua sahabat Rasulullah SAW.
Dalam menjalani hidup sosial bermasyarakat, manusia tidak pernah lepas
dari sebuah kesalahan, entah itu terhadap tetangga, kawan, ataupun rekan
kerja. Kesalahan adalah suatu hal yang wajar ketika kita berinteraksi
dengan sesama. Namun, ketika kita bisa menyikapi kesalahan tersebut
dengan suatu proses saling maaf dan memaafkan, itulah yang luar biasa.
“Setiap anak Adam tidak luput dari kesalahan, dan sebaik-baik orang yang
berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat.” (HR Tirmidzi).
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta
berpalinglah dari orang-orang bodoh.” (QS al-A’raf: 199). Dalam ayat
tersebut Allah SWT mengabarkan kepada umat Muslim bagaimana seharusnya
kita menjalani kehidupan di atas muka bumi ini.
Tiga konsep yang Allah berikan kepada kita. Pertama, jadilah pemaaf.
Ketika proses saling maaf dan memaafkan sudah menjadi habit (kebiasaan)
dalam masyarakat, sungguh masyarakat tersebut akan menjadi suatu
masyarakat yang harmonis, mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sayang)
menaungi mereka.
Kedua, mengimbau kepada kebenaran. Di kala rasa cinta dan kasih
menaungi kehidupan mereka, di sana akan terjalin suatu interaksi yang
harmonis dan mereka akan mengoreksi sahabatnya yang berbuat kesalahan.
Ketiga, berpaling dari orang-orang bodoh. Ketika suatu masyarakat
sudah menjadi masyarakat harmonis dan religius, sungguh mereka akan
berpaling dari perilaku orang-orang yang bodoh, perilaku yang kering
akan hal-hal yang bermanfaat. Dan, seperti inilah seorang Muslim,
“meninggalkan suatu hal yang tak berguna adalah kebaikan bagi seorang
Muslim.”
Pantaskah seorang dewan legislatif adu jotos karena suatu hal sepele,
padahal mereka adalah wakil-wakil rakyat? Pantaskah suatu kelompok
agama menghujat kelompok lainnya demi kepentingan segelintir orang,
padahal mereka berdiri di atas agama yang sama.
Masyarakat yang sarat akan nilai-nilai cinta dan kasih bermula dari
suatu proses yang sangat agung, yaitu saling maaf dan memaafkan.
“Orang-orang penyayang akan disayang oleh Allah yang Maha Rahman.
Sayangilah penduduk bumi, maka kalian akan disayangi oleh Allah.” (HR
Ahmad).
(Oleh: Muhammad iqbal)
Title : Saling Memaafkan
Description : Suatu ketika sahabat Bilal bin Rabah RA terlibat pertikaian dengan Abu Dzar RA. Abu Dzar melontarkan perkataan yang sangat menyakitkan...