Saat ini secara umum umat Islam sudah sangat jauh meninggalkan Al
Quran. Jangankan men-tadabburi, membacanya saja terkadang sudah tidak
sempat lagi, lantaran ‘kesibukan’ sehari-hari. Sudah barang tentu kita
memiliki kesibukan masing-masing, mulai dari bekerja mencari nafkah,
belajar, mengurus rumah tangga dan keluarga, serta aktivitas sosial.
Namun, betulkah di tengah atau di antara sekian banyak kesibukan
tersebut kita benar-benar tidak mempunyai lagi waktu untuk (sekadar)
membaca Al Quran? Jika kita mengatakan ya untuk pertanyaan di atas,
mungkin kita perlu berkaca kepada kehidupan Rasulullah dan para salafush
shalih. Mereka senantiasa berinteraksi secara intensif dengan Kitab
Suci ini di sepanjang kehidupan.
Bagi mereka, Al Quran adalah wirid (bacaan) harian, ibarat ‘makanan’
yang wajib dikonsumsi setiap hari sehingga ada yang mengkhatamkan bacaan
Al Quran setiap 10 hari, seminggu sekali, atau tiga hari sekali. Imam
Syafi’i bahkan menuntaskan 60 kali bacaan Al Quran pada setiap bulan
Ramadhan. Tingkat minimal bacaan Al Quran para sahabat adalah sebanyak
tiga juz sehari, yaitu ketika mereka dalam keadaan semangat beramal
menurun.
Komitmen mereka terhadap Al Quran terbentuk sedemikian rupa karena
keyakinan yang mendalam bahwa kunci kesuksesan, rahasia kemenangan, dan
kebahagiaan hidup tersimpan di dalam Kitab Suci tersebut. Untuk
menyingkap kunci dan rahasia tersebut tentu saja harus diawali dengan
banyak membacanya (QS 29:45; 33:34), baik pada waktu malam maupun siang
(ana’allail wa athrafannahar). Intensitas membaca yang tinggi juga akan
sangat memudahkan seseorang dalam menghafal Al Quran. Langkah berikutnya
adalah memahami bacaan tersebut (QS 3:7) dengan membaca terjemah dan
tafsirnya. Selanjutnya, mengimplementasikan ajaran Al Quran dalam
kehidupan nyata (QS 2:121; 3:31) dengan cara berusaha ‘berkonsultasi’
dengan kitab pedoman hidup itu dalam menghadapi dinamika dan
problematika kehidupan.
Untuk membangun kedekatan dengan Al Quran diperlukan perjuangan,
kesabaran tingkat tinggi (tashabbur), dan istiqamah karena penghalang
dan godaannya memang tidak sedikit, baik yang berasal dari faktor
internal, yaitu jiwa yang lemah dan malas maupun faktor eksternal, yaitu
setan yang senantiasa berusaha menjauhkan kita dari Al Quran dan
lingkungan yang tidak kondusif.
Namun, dengan niat ikhlas karena Allah, usaha terus-menerus, dan
banyak berdoa, maka kedekatan itu akan tercipta. Kesungguhan kita
mendekatkan diri pada Al Quran akan mengundang datangnya ma’unah
(pertolongan) dari Allah. Hingga pada satu titik tertentu, semua
kesulitan dalam perjuangan membangun kebersamaan dengan Al Quran itu
akan berubah menjadi kenikmatan.
Bahkan, hal tersebut akan menciptakan efek ‘ketagihan’ yang positif
di mana seorang Muslim akan merasa ada yang kurang atau hilang jika satu
hari saja tidak berinteraksi dengan Al Quran. Dan, dia pun akan selalu
berusaha untuk menambah intensitas interaksinya dari waktu ke waktu.
Tiada hidup yang lebih indah dari senantiasa berinteraksi dengan Al
Quran, mendapatkan taujih rabbani, dan mereguk hikmah ilahiyah pada
setiap hari yang kita lalui. Dan, untuk mencapai kenikmatan ini di
tengah tumpukan kesibukan kita maka satu-satunya cara adalah dengan
mengalokasikan waktu khusus dari hari kita untuk berinteraksi dengan
kalam mulia ini, sebagaimana kita mengalokasikan waktu untuk berbagai
kegiatan duniawi yang lain.
Wallahu a’lam.
(Oleh: Moch Arif Budiman)
Title : Agar Hidup Menjadi Indah Inilah Kuncinya
Description : Saat ini secara umum umat Islam sudah sangat jauh meninggalkan Al Quran. Jangankan men-tadabburi, membacanya saja terkadang sudah tida...