Al Quran Online dan Audio Video

Dilengkapi dengan Al Quran online, Al Quran terjemahan, Al Quran video, Al Quran audio mp3, aplikasi lainnya yang bisa di download

  • Home
  • Al Quran Video
  • Al Quran Audio
  • Al Quran Uthmani
  • Al Quran dan Terjemahan 1
  • Al Quran dan Terjemahan 2
  • Aplikasi
  • Tanda Waqaf
  • Adab
  • Akhlaq
  • Ibadah
  • Iman
  • Kepemimpinan
  • Muamalah
  • Puasa
  • Sedekah
  • Shalat
Home » Uncategories » Ketika Ikhlas Berbicara

Ketika Ikhlas Berbicara


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dalam al-Qur’an, orang-orang ikhlas disebutkan dengan dua sebutan yakni al-Mukhlishin (98:5, 39:11) dan al-Mukhlashin (15:40, 38:83). Bedanya, pada kata pertama diberi harkat (baris) kasroh pada huruf li (al-Mukhlishin), dan yang kedua ber-harkat fathah pada huruf la (al-Mukhlashin). Keduanya dalam bentuk dan makna berbeda.

Term yang pertama digunakan untuk orang yang ikhlas atau dalam keadaan ikhlas. Sedangkan yang kedua dikaitkan dengan upaya iblis menggoda dan menjerumuskan manusia dari jalan Allah. Tapi, iblis pun tak mampu menggoda mereka.

Dalam Mushaf Ar-Rusydi diterjemahkan dengan hamba-hamba yang terpilih dan diberi penjelasan pada catatan kaki yakni, ”orang-orang yang telah diberi taufik untuk menaati segala petunjuk dan perintah Allah”.

Kata Al-Mukhlishin adalah isim fa’il (subjek) yakni orang-orang yang (berusaha) ikhlas. Sementara al-Mukhlashin adalah isim maf’ul (objek) yakni orang-orang yang diberikan karunia keikhlasan oleh Allah. Kata yang kedua bisa juga dimaknai dengan orang-orang yang sudah tercerahkan hatinya dan lebih tinggi dari yang pertama.

Paling tidak, ada tiga jalan belajar ikhlas. Ketiga jalan menuju keikhlasan tersebut diformulasikan dengan 3-an yaitu :

Pertama; Kewajiban. Tangga pertama bagi seorang Muslim menuju keikhlasan adalah menjalankan kewajiban (mengerjakan perintah dan menjauhi larangan) yang telah disyariatkan agama. Terlepas, apakah ikhlas atau tidak. Melaksanakan kewajiban terasa berat. Berat menunaikan shalat, karena kewajiban harus dijalankan (2:43). Berat mengeluarkan zakat dan membantu yatim dhuafa, tapi harus dilaksanakan (9:103). Berat berpuasa Ramadhan, tapi harus dilakukan (2:183). Berat berhaji, jika sudah mampu harus ditunaikan (22:27).

Ikhlas tidak akan datang dengan sendirinya, tanpa berjuang menjalankan kewajiban. Jika belum ikhlas berzakat, berzakat lagi. Jika belum ikhlas juga, berzakat terus. Bila berhenti, maka tak pernah sampai ke maqam ikhlas.

Kedua; Kebutuhan. Jika kita melakukan kewajiban secara berulang-ulang (mudawamah) dan konsisten (istiqomah), perlahan tapi pasti menjadi kebutuhan. Artinya, muncul kesadaran setiap perintah dan larangan Allah dan RasulNya akan mendatangkan kebaikan (hikmah).

Jika kesadaran hadir, kita yang butuh. Misalnya, diperintahkan shalat walau terpaksa kita lakukan. Setelah mendirikannya, sadar shalat menjadikan hati tentram, badan segar, kesehatan fisik terjaga, kedekatan sosial dan lain-lain. Jika tidak shalat, rasanya ada yang kurang. Akhirnya, kita merasa butuh shalat itu.

Berat menunaikan puasa, tapi setelah mekakukannya, terasa puasa baik bagi kita. Hati jadi tenang, menyehatkan badan, fikiran jernih, dan lain-lain. (2:184). Sama halnya dengan olah raga. Jika tak keringat, badan rasanya tak enak. Jika sudah butuh, kita berusaha mencari jalan agar kebutuhan terpenuhi.

Jika butuh terhadap yatim dhuafa untuk menerima zakat, sedekah kita, malam hari pun kita keliling kampung mendatangi yayasan yang membina yatim dhuafa.

Ketiga; Kenikmatan. Tahapan ketiga menuju keikhlasan adalah merasakan kenikmatan. Ini bisa didapatkan setelah menjalankan kewajiban dan merasakan sebagai kebutuhan. Boleh jadi hal ini bertolak belakang dengan logika.

Sulit dimengerti, mengapa seseorang berdiri lama saat shalat? Membaca Al-Quran bisa meneteskan air mata, meskipun tidak mengerti maknanya? Makan bersama anak yatim dan miskin terasa nikmatnya? Berurai air mata di depan Baitullah, hingga kelelahan tak dipedulikan?

Jika orang merasa nikmat menerima atau memenuhi kebutuhan jasadi, itu kenikmatan sesaat (jasmaniah). Tapi jika bisa merasakan kenikmatan berbagi, bangun di tengah malam sepi menemui Allah, menikmati lapar dan dahaga tatkala berpuasa atau nikmat bersimpuh di depan Ka’bah, itu baru kenikmatan sejati (ruhaniah).

Tak banyak orang yang sampai pada tingkatan ini. Justru, di sinilah buah keikhlasan akan didapatkan. Keikhlasan bisa dirasakan setelah melakukan suatu perbuatan. (QS. 76:8-9). Keikhlasan berbuah kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yakni jannatun na’im khalidina fiha (surga yang penuh kenikmatan dan kekal di dalamnya).

Wallahu a’lam.

(Oleh : Ustadz Hasan Basri Tanjung MA)

Artikel Lainnya

  • undefinedundefined ... readmore
  • undefinedundefined ... readmore
  • undefinedundefined ... readmore
  • undefinedundefined ... readmore
  • undefinedundefined ... readmore
  • undefinedundefined ... readmore
Posted by Indra Al Ghazali on Minggu, 15 Desember 2013 - Rating: 4.5
Title : Ketika Ikhlas Berbicara
Description : Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dalam al-Qur’an, orang-orang ikhlas disebutkan dengan...

Share to

Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda

Serba Murah

Serba Murah

Jadwal Sholat

Blog Menarik Lainnya

Tulisan Populer

  • Cara Mendapatkan Rahmat Allah
  • Penyebab Dosa Kecil Menjadi Dosa Besar

Fans Page Facebook

Tulisan Acak

  • Membersihkan Jiwa
    Membersihkan Jiwa
  • 99. Az-Zalzalah ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
    99. Az-Zalzalah ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
  • Keutamaan Menjaga Lisan
    Keutamaan Menjaga Lisan
  • Hakikat Puasa Ramadhan
    Hakikat Puasa Ramadhan
  • Puasa Sejati
    Puasa Sejati
  • Mengendalikan Amarah Pada Diri
    Mengendalikan Amarah Pada Diri
  • 31. Luqman ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
    31. Luqman ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
  • Mengapa Kita Mengalami Kesempitan Hidup?
    Mengapa Kita Mengalami Kesempitan Hidup?
  • Marhaban ya Ramadhan 1435H, Selamat Datang Bulan Suci
    Marhaban ya Ramadhan 1435H, Selamat Datang Bulan Suci
  • 32. As-Sajdah ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
    32. As-Sajdah ~ Sheikh Mishary bin Rashid Al-Afasy
Ikuti @TatamorCom

Yang Sedang Membaca


Copyright © Al Quran Online dan Audio Video - All Rights Reserved
Design by Jimmy Al Ghazali Indra