Suatu hari seorang sahabat bernama Amr Ibn Qais datang menemui Nabi
Muhammad SAW. Ia berbeda dari para sahabat yang lainnya. Ia seorang yang
buta. Meskipun demikian, semangat dan keteguhannya dalam mencari
kebenaran sangatlah besar.
Kedatangan beliau kali ini adalah
dalam rangka mencari ilmu dan hikmah yang bisa ia peroleh dari Nabi.
Namun, yang terjadi adalah jauh panggang dari api.
Ia
menghampiri Nabi yang sedang berbincang-bincang dengan pembesar Quraisy.
Berulang kali, ia mengatakan kepada Nabi, “Wahai Nabi Allah, berilah
aku petunjuk, berilah aku pelajaran, tunjukilah aku tentang suatu hal
yang bermanfaat.”
Namun, sedikitpun Nabi tidak menghiraukannya.
Malah, Nabi menampilkan raut wajah kekesalan terhadap perilaku sahabat
tersebut. Nabi merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan sahabat
tersebut. Sebab, pada saat yang sama Nabi sedang melakukan lobi kepada
para pembesar Quraisy untuk masuk Islam.
Dengan harapan, jika
mereka para pemimpinnya telah masuk Islam, tentu akan lebih mudah
mengajak kaumnya ke dalam agama yang mulia ini.
Namun perilaku
Nabi itu, tanpa ia sadari, merupakan suatu kekeliruan. Melihat hal
tersebut, Allah SWT langsung menegur Nabi dan mengingatkan, apa yang
telah dilakukannya tersebut adalah hal yang salah.
Perilaku Nabi
yang mengacuhkan sahabat dengan alasan status dan kepentingan sahabat
tersebut, kemudian Allah abadikan dalam Quran Surah Abasa ( [80]: 1-10).
Ada beberapa hal penting yang dapat dijadikan pelajaran dari kisah ini.
Pertama,
jangan sekali-kali kita merendahkan seseorang berdasarkan status dan
keadaannya. Karena, semua manusia adalah sama dalam pandangan Allah.
Hanya tingkatan takwa yang membedakan mereka satu dengan yang lainnya.
Begitu
juga sebaliknya, kita hendaknya jangan tertipu dengan keadaan zahir
seseorang. Meskipun ia orang yang berkecukupan, bergelimang harta,
jabatan, memiliki kedudukan terhormat, belum tentu orang tersebut
bersedia diajak kerja sama demi kemaslahatan orang banyak.
Kedua,
semangat dan ketulusan merupakan standar utama untuk mendapatkan banyak
petunjuk dan rahmat Allah. Bukan banyak atau sedikitnya harta yang kita
miliki.
Ketiga, kita semua mendapatkan kesempatan untuk
mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dalam berdakwah dan mendapatkan
pengajaran agama. Secara tidak langung ayat dan kisah di atas menjadi
pengingat bagi kita.
Dalam menyampaikan dakwah, hendaknya tidak
terjadi tebang pilih. Karena, dakwah adalah kewajiban, bukan profesi.
Lebih tepatnya lagi tidak menjadikan dakwah sebagai sarana mengais
rezeki sehingga meninggalkan dakwah kepada dhuafa dan mendahulukan elite
dengan harapan memperoleh honor yang lebih besar.
Bila dakwah
telah disalah artikan, bagaimana dengan kualitas materi yang akan di
dakwahkan. Sungguh, Islam adalah agama kebajikan, ditegakkan dengan
dakwah, bukan dengan komersialisasi dakwah.
(Oleh:
Arsyad Abrar)
Title : Komersialisasi Dakwah
Description : Suatu hari seorang sahabat bernama Amr Ibn Qais datang menemui Nabi Muhammad SAW. Ia berbeda dari para sahabat yang lainnya. Ia seor...