Idul
Fitri di Indonesia sudah menjadi kebudayaan. Tradisi Hari Raya Idul
Fitri di Indonesia tidak pernah ditemukan di negara-negara manapun.
Salah satu keunikannya adalah mudik ke kampung halaman. Berbagai macam
motif para pemudik.
Ada yang menjadikannya sebagai momentum
rutinitas untuk menziarahi orang tua atau keluarga, termasuk menziarahi
makam keluarga dekat. Ada yang memanfaatkan libur panjang untuk mengurus
kepentingan sosial-ekonomi keluarga di kampung.
Dan ada pula
yang ikut-ikutan mudik karena pengaruh psikologis media yang mem-blow-up
suasana Lebaran Idul Fitri. Apalagi dalam dekade terakhir ini,
pemerintah sudah menggabungkan libur hari raya ini dengan cuti nasional,
sehingga waktu libur untuk Idul Fitri semakin panjang.
Berbagai
perencanaan sudah dirancang di sekitar hari libur panjang ini. Termasuk
di antaranya sejumlah pasangan memanfaatkan untuk melangsungkan
perkawinan dan hajatan-hajatan lainnya. Wajar jika kesan konsumerisme
masyarakat semakin tinggi di sekitar hari raya ini.
Bank
Indonesia sendiri setiap tahun mempersiapkan cadangan uang kas yang
cukup tinggi untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Volume penjualan
kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, melonjak tinggi
menjelang Idul Fitri.
Peran kendaraan bukan hanya sebagai sarana
transportasi, tetapi sebagai simbol sosial ekonomi masyarakat. Namun,
ada suatu hal perlu diperhatikan bahwa sesungguhnya yang perlu mudik
dalam suasana Lebaran bukan hanya fisik-biologis kita, tetapi juga
rohani kita.
Sesuai dengan namanya, Idul Fithrah, yakni kembali
ke fitrah, yaitu kembali kepada kesucian diri. Bulan Ramadhan (secara
harfiah berarti membakar hangus) telah dilewati. Diharapkan bulan
Ramadhan telah membakar hangus seluruh dosa masa lampau kita.
Dengan
demikian, memungkinkan kita kembali atau mudik ke jati diri kita
seperti semula ketika baru dilahirkan dari kandungan ibu. Mudik ke jati
diri kita yang paling luhur sangat dimungkinkan karena insya Allah
berbagai amalan, baik wajib maupun sunah, telah dilakukan selama sebulan
penuh.
Kita digodok dan ditempa siang dan malam oleh berbagai
cobaan dan tantangan. Betul-betul kita berhadapan dengan diri kita
sendiri. Bayangkan, semua makanan dan minuman tersedia di dalam kulkas
dan sepenuhnya milik kita, namun tidak boleh dimakan karena kita
puasa.
Istri atau suami yang halal bagi kita di dalam rumah
sendiri tidak bisa melakukan hubungan suami-istri lantaran kita
berpuasa. Diharapkan dengan telah lulusnya kita dari ujian berat
ditambah amaliah yang maksimun selama Ramadhan mempercepat proses mudik
ke kampung halaman rohani kita.
Seperti harapan para pemudik untuk lebih lancar pulang ke kampung halamannya masing-masing.
(Oleh
: Prof Nasaruddin Umar)
Title : Budaya Idul Fitri
Description : Idul Fitri di Indonesia sudah menjadi kebudayaan. Tradisi Hari Raya Idul Fitri di Indonesia tidak pernah ditemukan di negara-negara m...