Seorang Sufi termashur dengan konsep
Mahabbah (cinta Ilahi), Rabi'ah al-'Adawiyah (713-801 M) pernah
bermunajat dalam keheningan malam.
“Ya Allah, jika aku mengabdi kepada-Mu
karena takut neraka, maka campakkanlah aku ke dalamnya. Jika aku
mengabdi kepada-Mu karena mengharapkan surga, maka jauhkan aku darinya.
Tetapi, jika aku mengabdi kepada-Mu semata-mata karena mencintai-Mu,
maka janganlah sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal itu dariku.”
Ramadhan adalah momentum terbaik untuk meraih kenikmatan ibadah kepada
Allah SWT, baik ibadah ritual (mahdhah), seperti shalat, puasa, zakat,
baca Al Quran, zikir, iktikaf, maupun ibadah sosial (mu'amalah), seperti
sedekah, berbagi, dan membiayai pendidikan yatim.
Namun harus
diakui, betapa sulitnya merasakan nikmatinya beribadah dan beramal
saleh. Ibadah yang didasari cinta dan rindu kepada Allah, sehingga hati
senang dan nikmat menjalankannya. Untuk meraih kenikmatan ibadah itu,
kita harus menempuh tangga pendakian spritual dalam tiga 'T' (3T).
Pertama, terpaksa. Ketika memilih jalan hidup Islam
dengan bersyahadat maka kita telah menjadi mukallaf (orang yang
dibebani tanggung jawab syariat) yakni menjalankan segala perintah
(wajib dan sunah) dan menjauhi larangan (haram dan makruh).
Menjalankan syariat itu berat, tapi harus dilakukan. Berat mendirikan
shalat (2:43), puasa (2:183), bayar zakat (2:110), haji (22:27),
berbakti kepada orang tua (17:23), berinfak kepada kaum kerabat dan
dhuafa (2:215).
Tapi, karena kewajiban harus dilakukan meski
'terpaksa'. Jangan menunggu ikhlas dulu baru dikerjakan. Jika belum
ikhlas lakukan lagi, jangan berhenti hingga ia tumbuh dalam hati.
Kedua; terbiasa. Meskipun menjalankan syariat itu berat, tapi terus
lakukan dan jangan pernah berhenti dalam kondisi 'terpaksa'. Seiring
waktu akan naik pada tangga spiritual berikutnya, yakni terbiasa.
Jika di tangga 'terpaksa' beban terasa berat, terburu-buru dan asal
jadi, maka bila sudah 'terbiasa' akan lebih ringan dan menerima apa
adanya. Berat sekali bangun di tengah malam untuk shalat tahajud dan
sahur. Tapi, karena dipaksakan akhirnya jadi 'terbiasa' (mudawamah).
Begitu juga ibadah lainnya.
Nabi Muhammad SAW pernah ditanya,
tentang amal yang paling disukai Allah SWT. Lalu Beliau menjawab,
“Terus-menerus meski sedikit.” (HR Muslim). Oleh karena itu, jangan
sampai membiasakan diri dengan perbuatan buruk. Awalnya 'terpaksa' atau
dipaksa, tapi kalau berulang-ulang akan 'terbiasa.'
Ketiga,
terasa. Bagian ini mulai sulit dijelaskan secara nalar (logika) karena
sering kali tidak bisa dicerna akal manusia. Namun demikian, ia mudah
dipahami dengan rasa (hati), apalagi bagi orang yang sudah merasakan.
'Terasa' berarti merasakan kenikmatan dan kesenangan dalam menjalankan
ibadah atau amal perbuatan. Melakukan amal karena cinta kepada Sang
Maha Pencinta (ikhlas). Mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai
mereka (QS [5]:54). Mereka ridha dan Allah pun ridha kepada mereka. (QS
[98]:7-8).
Akhirnya, kita beribadah kepada Allah bukan hanya
karena takut neraka (terpaksa) dan mengharap surga (terbiasa), tapi
karena cinta dan rindu yang membara (terasa).
Wallahu a'lam.
(Oleh :
Hasan Basri Tanjung)
Title : Pendakian Spiritual
Description : Seorang Sufi termashur dengan konsep Mahabbah (cinta Ilahi), Rabi'ah al-'Adawiyah (713-801 M) pernah bermunajat dalam kehen...