Mu’awiyah bin Hakam Salmi r.a. berkata, “Ketika aku mengujungi kota Madinah karena hendak memeluk agama Islam, aku telah belajar banyak hal. Salah satunya ialah aku hendaknya mengucapkan Yarhamukallah apabila seseorang bersin dengan mengucapkan Al-Hamdulillah.
Oleh karena aku baru memeluk agama Islam, aku tidak mengetahui hal itu tidak boleh dilakukan ketika sedang shalat. Suatu ketika kami sedang mengerjakan shalat tiba-tiba seseorang bersin, spontan saya berkata Yarhamukallah. Tiba-tiba semua orang melirik dengan marah ke arah saya.
Oleh karena saya tidak mengetahui bahwa di dalam shalat dilarang berbicara, saya pun membantah dengan berkata, “Mengapa kalian marah kepadaku?”
Dengan memberi isyarat mereka menyuruh agar saya diam, tetapi saya tidak memahami isyarat mereka walaupun kemudian saya terdiam.
Setelah shalat selesai, Rasulullah SAW memanggil saya. Baginda Rasulullah SAW tidak memukul, menghardik atau berlaku kasar kepada saya, baginda Rasulullah SAW hanya bersabda, “Tidak boleh berbicara dalam shalat. Shalat adalah untuk memuji kebesaran Allah, menganggungkan-Nya dan membaca Al-Qur’an.”
Demi Allah, saya belum pernah menjumpai seorang guru yang begitu penyayang seperti baginda Rasulullah SAW.
Kisah yang terdapat di dalam kitab Fadhail A’mal karya Maulana Muhammad Zakariyya al Kandhalawi di atas, memberikan pelajaran kepada kita bagaimana cara kita memberikan nasihat kepada saudara kita, yakni dengan cara memanggilnya dan menasihatinya dengan kata-kata yang baik dan bijaksana.
Itu karena tujuan kita memberi nasihat kepada saudara kita bukan untuk mempermalukannya, tetapi tersampaikannya kebaikan kepadanya agar saudara kita dapat mengetahui kesalahannya dan memperbaiki kekeliruan atau kehilafannya tanpa merasa dihakimi dan direndahkan.
Abu Amr bin Ash-shalah berkata, “Nasihat adalah kalimat yang mengandung pengertian di mana pemberi nasihat menginginkan kebaikan pada yang diberi nasihat.''
''Orang yang memberi nasihat di depan umum yang disertai hardikan dan kata-kata kasar, sama dengan orang yang jahat karena ia meruntuhkan dan menghancurkan martabatnya.''
Al-fudhail bin Iyad berkata, “Orang Mukmin menutupi (aib saudaranya) dan memberi nasihat, sedangkan orang jahat menghancurkan dan menghina.” (Jami’ul ulum wa al-hikam).
Para ulama salaf mengatakan, “Barangsiapa mengingatkan saudaranya, lalu ia melakukannya hanya antara dia dengan saudaranya itu, maka itulah nasihat. Adapun yang menasihatinya di hadapan orang lain, berarti telah mempermalukannya.”
Imam syafi’i berkata, “Barangsiapa menasehati saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, berarti ia telah menasehati dan mengindahkannya. Barangsiapa menasehati dengan terang-terangan, berarti ia telah mempermalukan dan memburukkannya. (Shahih Muslim Bisyar An-Nawawi (2/24)).
Untuk itu, bila kita menasihati saudara kita yang berbuat salah hendaknya kita mencontoh Rasulullah SAW yakni dengan memanggilnya atau menghampirinya.
Dan berkatalah dengan kata-kata yang baik dan bijaksana, agar apa yang kita nasihatkan dapat diterima dan mengubah kesalahannya dan ia mendapatkan kebaikan sebagaimana yang kita inginkan.
Wallahu a'lam.
(Oleh : H Moch Hisyam)
Title : Etika Dalam Menasehati
Description :
Mu’awiyah bin Hakam Salmi r.a. berkata, “Ketika aku mengujungi kota Madinah karena hendak memeluk agama Islam, aku telah belajar ban...