Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
“Lalu, ke manapun kamu menghadap, maka di situlah ‘wajah’ Allah.” (QS Al-Baqarah: 115). Allah ada di manapun manusia berada, namun manusia sering kali lupa dan tidak mampu merasakan kehadirannya serta tidak bisa melihat tanda-tanda kekuasaannya yang terdapat di seluruh alam semesta.
Allah SWT menyapa manusia melalui media ayat-ayat alam semesta (kauniyyah) dan ayat-ayat Al Quran (qauliyyah). Agar manusia menyadari sapaan Allah, manusia yang melihat ayat-ayat tersebut harus memahami fungsi alam semesta sekaligus mampu mengelaborasikannya dengan Al Quran.
Begitu juga ketika membaca Al Quran, seharusnya kita mampu memahaminya sesuai dengan fungsi-fungsi dan tujuan Allah menciptakan alam semesta. Yaitu, untuk kemaslahatan dan memberi manfaat kepada seluruh anak manusia. Secara tegas, Allah sangat sering menyapa manusia dengan sapaan yang penuh makna; “Ya ayyuhal ladzina Aamanu” (wahai orang-orang yang beriman), “Ya Ayyuhan Naasu” (wahai manusia), Ya ‘ibaadi (hai hamba-hambaku), dan lain sebagainya.
Seruan-seruan Allah yang banyak kita temukan di permulaan ayat-ayat Al Quran itu, seharusnya mampu menggugah pribadi seorang mukmin untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Bukankah kita percaya bahwa ayat-ayat Al Quran adalah firman Allah, namun mengapa keyakinan itu hanya sebatas pada tataran pikiran dan kemantapan hati belaka? Kepercayaan atau keimanan dalam pandangan Islam adalah ibarat mesin yang menggerakkan jasad untuk melakukan perbuatan baik dan amal saleh sebagai bentuk implementasi.
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya `Ulumud Din menyebutkan tiga tingkatan manusia yang membaca ayat-ayat Al Quran:
Pertama, merasa sedang membacanya di hadapan Allah sehingga khusyuk dan berusaha untuk membacanya dengan benar.
Kedua, merasa bahwa Allah sedang berkata dan menyapa kepadanya sehingga dia akan berusaha untuk memahami ayat-ayat Al Quran, lalu melaksanakannya.
Ketiga, merasa bahwa Allah sedang hadir dan berdialog bersamanya sehingga ketika ada ayat perintah ia merasa Allah langsung memerintahkan padanya. Dan ketika ada larangan, dia sadar bahwa Allah sedang hadir melarangnya.
Imam Al-Ghazali tidak menyebutkan tingkatan keempat yang lebih baik dalam membaca ayat-ayat Al Quran, yaitu membaca ayat-ayat Al Quran dengan mengkombinasikan dan mengelaborasikan kandungannya ke dalam pembacaan terhadap ayat-ayat alam semesta raya (kauniyyah).
Dengan demikian, ayat-ayat Al Quran dapat menyatu dan menghiasi semua perilaku manusia pada saat ia diberikan kesempatan mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam semesta ini. Hanya dengan cara seperti itulah, ayat-ayat Al Quran dapat memberikan perannya bagi ekosistem dan iklim alam.
Wallahu a`lam.
(Oleh: Nur Faizin M Lc MA)