Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Hampir semua nabi dan rasul yang mendapatkan pujian dari Allah SWT selalu terkait dengan sifat shiddiq, yaitu jujur dan benar. Baik dalam pemikiran, perkataan, maupun tingkah laku keseharian. Tidak ada perbedaan, apalagi pertentangan antara yang di ucapkan dan yang dilakukan. Sifat dan karakter inilah yang sangat dicintai Allah dan menghantarkan kesuksesan para nabi dan rasul tersebut di dalam melaksanakan misi dari risalah kenabiannya.
“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (Alqur an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat benar (jujur) lagi seorang Nabi.” (QS Maryam [19]: 41). Lihat juga dalam ayat 54-57 tentang kejujuran Ismail dan Idris AS.
Karena itu, para ulama menempatkan empat karakter dan sifat yang wajib melekat pada setiap pribadi nabi dan rasul dengan shiddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab), fathanah(cerdas), dan tabligh (menyampaikan risalah Islamiyah kepada umat manusia dengan penuh kesungguhan).
Meskipun keempat sifat dan karakter tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, kejujuran sebagai sumber utamanya. Rasulullah menganjurkan umatnya, apalagi jika kita menjadi pemimpin untuk senantiasa jujur dalam segala hal. Tidak boleh ada dusta, tidak boleh ada kepura-puraan, dan tidak boleh melakukan pengkhianatan.
“Kalian harus berlaku jujur karena kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan, kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring pada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR Muslim).
Korupsi yang merajalela saat ini di berbagai instansi dan level atau tingkatan, penyebab utamanya adalah karena hilangnya sifat kejujuran dari sebagian masyarakat kita, terutama orang-orang yang mendapatkan amanah jabatan publik. Dengan demikian, sebagian masyarakat merasakan kegelisahan, ketakutan, dan pertentangan satu dengan yang lainnya akibat dari tercerabutnya sifat yang mulia tersebut (jujur).
Bagi orang yang beriman (apa pun posisi dan jabatannya), meskipun tantangannya sangat berat untuk memiliki dan menguatkan sifat jujur dan benar dalam segala hal, harus tetap ditumbuhkembangkan dan diperkuat sehingga menjadi struktur kepribadian yang melekat pada pribadinya.
Karena, jujur itu akan mengundang kasih sayang dan pujian dari Allah SWT, yang dampaknya akan dirasakan dalam kehidupan di dunia ini berupa ketenangan, kedamaian, dan kesuksesan. Dan, di akhirat nanti akan mendapatkan surga-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama dengan orang-orang yang jujur (benar).” (QS at-Taubah [9]: 119).
Wallahu a’lam.
(Oleh : Prof KH Didin Hafidhuddin)