Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
‘’
Ambillah pertolongan untuk kata-katamu dengan diam dan untuk ilmu dengan bertafakur.’’ Demikian Imam Syafii menuturkan nasihat kepada kita. Menurut beliau, obat dari ucapan dan kata-kata adalah diam, dengan diam kita mampu menghindar dari segala penyakit lisan.
Di samping itu pula, beliau memaparkan cara ampuh bagi kita untuk mendapatkan ilmu yakni dengan bertafakur.
Tafakur yaitu suatu pekerjaan dalam bentuk memikirkan kekuasaan Allah SWT atas kehidupan manusia dan alam semesta dengan akal dan hati.
Allah SWT sangat menganjurkan kepada kita selaku hamba-Nya untuk senantiasa mengerjakan pekerjaan ini. Dia menyebut mereka yang dapat bertafakur dan mengambil tanda-tanda
kebesaran-Nya atas penciptaan langit dan bumi, serta pergantian siang
dan malam sebagai ulul ‘azmi (orang-orang yang berakal). (QS Ali Imran
[3]: 190-191).
Tafakur dapat kita kerjakan setiap waktu.
Tak ada waktu khusus dalam melaksanakannya. Bisa setelah selesai
shalat, sebelum tidur maupun saat bekerja. Tetapi dari sekian waktu, ada saat yang sangat istimewa untuk bertafakur yakni sepertiga malam, selepas shalat malam.
Lantas,
dalam hal apa saja kita dianjurkan untuk bertafakur? Pertama,
kemaksiatan. Dalam melaksanakan rutinitas sehari-hari banyak kata,
pekerjaan, maupun perasaan yang tidak kita sadari telah melenceng ke
arah keburukan atau kemaksiatan.
Begitu pula dari sisi makanan
dan pakaian yang kita pakai. Saat kita tahu langkah telah melenceng
menuju kemaksiatan, kita perlu memohon ampun kepada Allah dan segera
meninggalkannya.Kedua, ketaatan kepada Allah.
Dalam hal ini,
yang kita renungkan adalah ketaatan dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban kepada Allah SWT. Apakah kita melaksanakannya dengan
sempurna atau malah sebaliknya penuh kekurangan.
Saat tahu kita
sarat kekurangan dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah, kita dapat
menutupinya dengan ibadah-ibadah sunah yang lain. Ketiga, sifat-sifat
merusak dalam hati. Segala ucapan dan tindakan berawal dari hati.
Ketika hati kita bersih, ucapan dan tindakan akan baik, tetapi manakala kotor maka akan berakibat sebaliknya. Dengan begitu kita perlu berpikir untuk mengetahui sifat-sifat yang
merusak dalam hati seperti marah, sombong, iri, dan berprasangka buruk.
Dengan
mengetahui sifat-sifat tersebut, kita akan berusaha untuk mengobati dan
membersihkannya dari dalam hati. Poin yang terakhir adalah bertafakur
mengenai sifat-sifat yang dapat menjadi penyelamat bagi diri kita.
Setelah rampung menjalani proses
tafakur dari
awal hingga akhir, kita perlu berpikir tentang sifat-sifat baik yang
dapat menyelamatkan diri dari segala macam keburukan. Misalnya, tobat,
sabar, syukur, ikhlas, dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian tentu kita akan terus condong kepada kebaikan dan senantiasa taat kepada Allah. Di samping itu, dengan
tafakur kita mampu mengambil hikmah, menambah keimanan kepada Allah, dan menanamkan rasa takut dalam diri untuk mengerjakan kebatilan.
Ibnu Hatim berucap dalam syairnya, ‘’
Dengan
pengalaman seseorang bisa menambah ilmu, dengan berzikir ia mampu
menambah cinta, dan dengan tafakur ia dapat menambah rasa takut.’’
Wallahu a'lam.
(Oleh : M Sinwani)